Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI PRAYA
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2025/PN Pya ALEXIS SYLVAIN LOGIER 1.KEPOLISIAN DAERAH NTB Cq.KEPOLISIAN RESOR LOTENG.Cq.RESERSE KRIMINAL UMUM POLRESLOTENG
3.KEJAKSAAN TINGGI NTB Cq. Kejaksaan negeri loteng
Persidangan
Tanggal Pendaftaran Kamis, 16 Jan. 2025
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penghentian penyidikan
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2025/PN Pya
Tanggal Surat Kamis, 16 Jan. 2025
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1ALEXIS SYLVAIN LOGIER
Termohon
NoNama
1KEPOLISIAN DAERAH NTB Cq.KEPOLISIAN RESOR LOTENG.Cq.RESERSE KRIMINAL UMUM POLRESLOTENG
2KEJAKSAAN TINGGI NTB Cq. Kejaksaan negeri loteng
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan
I. DASAR HUKUM PERMOHONAN.
1. Bahwa PEMOHON merupakan pihak ketiga yang berkepentingan dalam mengajukan Praperadilan terhadap TERMOHON-1 dan TERMOHON-2 berkaitan dengan penghentian Penyidikan berupa Ketetapan Penghentian Penyidikan yang dilakukan oleh Termohon-1.
2. Bahwa Permohonan Praperadilan ini didasari ketentuan hukum sebagaimana yang diatur dalam KUHAP, yakni :
a. Pasal 1 ayat (10) KUHAP, menyatakan “Praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutusa menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang :
1) sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka; 
2) sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan; 
3) permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
 
 
b. Pasal 78 KUHAP, ayat :
(1) Yang melaksanakan wewenang pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 adalah praperadilan. 
(2) Praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri dan dibantu oleh seorang panitera.
c. Pasal 80, menyatakan “Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada Ketua Pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya”.
3. Bahwa PEMOHON dalam kedudukannya sebagai pihak yang dirugikan akibat diterbitnya Surat Ketetapan tentang penetapan Penghentian Penyidikan    Nomor : S.TAP/14.b/I/RES.1.11./2025/RESKRIM, tanggal 06 Januari 2025,   dan Surat Perintah Penghentian Penyidikan Nomor : SPPP/14.a/I/RES.1.11/2025/RESKRIM, tanggal 06 Januari 20205, sebagaimana yang tercantum dalam huruf g dan h Surat Nomor :  B/46/I/RES 1.11/2025/Reskrim, tanggal 06 Januari 2025, Hal : Pemberitahuan Pengentian Penyidikan. 
4. Bahwa tindakan penyidik untuk menghentikan penyidikan  haruslah  diikuti dan dijalankan dengan prosedur yang benar sebagaimana diatur dan ditentukan dalam KUHAP atau perundang-undangan yang berlaku. Artinya, dalam menetapkan penghentian penyidikan haruslah dijalankan secara benar dan tepat sehingga asas Kepastian hukum dapat terjaga dengan baik dengan tetap memperhatikan dan mempertimbangkan segala sesuatunya agar tujuan Hukum Acara Pidana untuk menegakkan Keadilan, Ketertiban, dan Penghargaan terhadap Harkat dan Martabat kemanusiaan tidak terabaikan. Apabila prosedur yang  harus  diikuti  dan  dijalankan (penghentian penyidikan) tidak dipenuhi, maka sudah barang tentu proses tersebut menjadi cacat dan haruslah dikoreksi/dibatalkan;
5. Bahwa tujuan Praperadilan seperti yang tersirat dalam penjelasan pasal 80 KUHAP adalah untuk menegakkan hukum, keadilan, kebenaran melalui sarana pengawasan horizontal, sehingga  esensi  dari Praperadilan adalah untuk mengawasi tindakan yang dilakukan oleh Penyidik/penuntut umum dalam melakukan penghentian penyidikan, benar-benar dilaksanakan sesuai ketentuan undang-undang, dilakukan secara professional dan bukan tindakan yang bertentangan dengan hukum sebagaimana diatur dalam KUHAP atau perundang-undangan lainnya;
6. Bahwa apabila kita menyimak pendapat S. Tanubroto,  yang mengatakan bahwa keberadaan Lembaga Praperadilan sebenarnya memberikan peringatan, yang diantaranya :
• Agar penegak hukum harus hati-hati dalam melakukan tindakan hukumnya dan setiap tindakan hukum harus didasarkan kepada ketentuan hukum yang berlaku, dalam arti ia harus mampu menahan diri serta menjauhkan diri dari tindakan sewenang-wenang.
• Kejujuran untuk  menjiwai  KUHAP  harus  di imbangi  dengan integriatas dan dedikasi dari aparat penegak hukum, karena tanpa adanya keseimbangan itu semuanya akan sia-sia belaka
7. Bahwa PEMOHON adalah Saksi sekaligus Korban yang sangat dirugikan atas terjadinya tindak pidana Penipuan dan Penggelapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 KUHP yang diduga dilakukan oleh Dedi Ardiansyah yang telah dilaporkan oleh PEMOHON sesuai dengan Surat Tanda Penerimaan Laporan Nomor : STTLP/232.B/XI/2023/SPKT/POLRES LOMBOK TENGAH/POLDA NUSA TENNGARA BARAT, tanggal 17 November 2023 pada Kepolisian Resor Lombok Tengah, yang masih dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri Praya-Lombok Tengah;
8. Bahwa atas Laporan PEMOHON tersebut, TERMOHON-1 telah melakukan penyidikan antara lain berupa:
A. Melakukan Pemeriksaan terhadap Saksi dan Ahli yaitu :
1. Saksi Pelapor/Korban (ic. PEMOHON);
2. Saksi Terlapor dan Tersangka yaitu Dedi Ardiansyah; 
3. Ahli Pidana.
4. Ahli Kontruksi.
B. Melakukan Penyitaan Barang Bukti berupa :
1. Surat perjanjian borongan pekerjaan CV. Galih Prima Usaha, tanggal 29 Juli 2020.
2. Schedule pembayaran proyek & gambar.
3. Rejkapitulasi Anggaran Biaya (RAB)
4. INVOICE tanggal 29 Juli 2020 sebesar Rp. 1.002.400.000,-
5. INVOICE tanggal 11 Agustus 2020 sebesar Rp. 72.500.000,-
6. INVOICE tanggal 21 Agustus 2020 sebesar Rp. 3.171.455.000,-
7. INVOICE tanggal 19 Oktober 2020 sebesar Rp. 2.988.585.500,-
8. INVOICE tanggal 12 Februari 2021 sebesar Rp. 996.195.000,-
9. INVOICE tanggal 26 April 2021 sebesar Rp. 281.879.500,-
10. INVOICE tanggal 03 Juni 2021 sebesar Rp. 281.879.500,-
11. INVOICE tanggal 12 Juli 2021 sebesar Rp. 183.787.205,-
12. Surat perjanjian borongan pekerjaan CV. Galih Prima Usaha 2021
13. Amandemen kontrak tanggal 2 Juli 2022, sebesar Rp. 225.000.000,-
14. USB Rekaman vidio.
9. Bahwa akan tetapi dari semua tindakan penyidik dalam Proses Penyidikan tersebut diatas yang sangat mengejutkan bagi PEMOHON adalah ketika menerima surat dari TERMOHON-1, yakni surat bernomor : B/46/I/RES.1.11./2025/Reskrim. tertanggal 06 Januari 2025, perihal : Pemberitahuan Penghentian Penyidikan.
disebutkan :
“Sehubungan dengan dengan rujukan di atas, diberitahukan kepada bahwa terhitung mulai tanggal 06 januari 2025 penyidikan terhadap tindak pidana Penipuan dan Penggelapan, sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP dan Pasal 372 KUHP,yang terjadi pada kurun waktu tahun 2020 bertempat di Desa Prabu Kec. Pujut Kab. Lombok Tengah, dihentikan dengan alas an bkan merupakan tindak pidana, sebagaimana resume singkat hasil penyidikan terlampir”
10. Bahwa upaya melindungi hak asasi Pelapor atas tindakan Termohon-1 yang menerbitkan Surat Ketetapan tentang penetapan Penghentian Penyidikan    Nomor : S.TAP/14.b/I/RES.1.11./2025/RESKRIM, tanggal 06 Januari 2025,   dan Surat Perintah Penghentian Penyidikan Nomor : SPPP/14.a/I/RES.1.11/2025/RESKRIM, tanggal 06 Januari 20205, sebagaimana yang tercantum dalam huruf g dan h Surat Nomor :  B/46/I/RES 1.11/2025/Reskrim, tanggal 06 Januari 2025, Hal : Pemberitahuan Pengentian Penyidikan,  secara tidak sah atau sewenang-wenangan melalui Praperadilan penting menjadi rujukan. Mengingat hal ini secara konsisten telah dijadikan pendiri dalam beberapa putusan Praperadilan, antara lain sebagai berikut :
a) Putusan Pengadilan Negeri Bandung. Nomor : 10/Pid.Praper/2015/PN.Bdg
b) Putusan Pengadilan Negeri Surabaya.Nomor : 38/Pra.Per/2015/PN.Sby
c) Putusan Pengadilan Negeri Jakarat Selatan .Nomor : 70/Pid.Pra./2015/PN Jkt Sel
d) Putusan Pengadilan Negeri Jakarat Selatan .Nomor 28/Pid.Pra./2016/PN Jkt Sel
II. ALASAN PERMOHONAN 
A. FAKTA-FAKTA
1. Bahwa Pemohon adalah Direktur PT. Santosha Hill Lombok, yang telah memberi pekerjaan borongan pembangunan Hotel yang berlokasi di Jalan Mawun, Desa Prabu, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah-Nusa Tenggara Barat
2. PEMOHON dalam hal ini ingin menyampaikan sekilas urutan waktu dan fakta hukum yang terjadi kenapa PEMOHON melaporkan terjadinya dugaan tindak pidana Penggelapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 KUHP yang diduga dilakukan oleh Dedi Ardiansyah (TERLAPOR) sebagai berikut :
a. Bahwa pada tanggal 29 Juli 2020 Pemohon selaku Direktur PT. Santosha Hill Lombok mengadakan perjanjian pemborongan pekerjaan dengan Dedi Ardiansyah (Terlapor) selaku Direktur CV. Galih Prima Usaha, untuk membangun hotel milik PT. Santosha Hill Lombok, dengan nilai  Rp. 9.963.821.000,- (sembilan miliar sembilan ratus enam puluh tiga juta delapan ratus dua puluh satu ribu rupiah) dengan waktu pekerjaan selama 12 (dua belas) bulan terhitung bulan Juli 2020 dan selain pekerjaan bororngan tersebut, Pemohon juga mengadakan perjanjian pekerjaan tambahan dengan Terlampor  (Dedi Ardiansyah), dengan nilai total pekerjaan tambahan sebesar Rp. 1.232.319.000,- (satu miliar dua ratus tiga puluh dua juta tiga ratus sembilan belas ribu rupiah) sehingga total nilai pekerjaan yang dikerjakan oleh Terlampor (Dedi Ardiansyah) sebesar  Rp. 11.196.140.000,- (sebelah miliar seratus sembilan puluh enam juta seratus empat puluh ribu rupiah);
b. Bahwa dari total nilai pekerjaan borongan sebesar Rp. 9.963.821.000,- (sembilan miliar sembilan ratus enam puluh tiga juta delapan ratus dua puluh satu ribu rupiah), Pemohon telah menyerahkan uang kepada Terlapor (Dedi Ardiansyah) sebesar Rp. 7.595.678.000.-  untuk menyelesaikan + 75% pekerjaan, akan tetapi setelah dilakukan penilaian hasil pekerjaan, ternyata pekerjaan yang dilakukan Terlapor (Dedi Ardiansyah) baru mencapai + 53% atau dengan biaya pekerjaan sebesar Rp. 5.227.535.000,- dan sampai saat ini Terlapor (Dedi Ardiansyah) meninggalkan tanggung jawabnya,  sehingga Pemohon mengalami kerugian sebesar  Rp. 2.368.143.000,- 
c. Bahwa dari total nilai pekerjaan tambahan sebesar Rp. 1.232.319.000,- (satu miliar dua ratus tiga puluh dua juta tiga ratus sembilan belas ribu rupiah), Pemohon telah menyerahkan uang kepada Terlapor (Dedi Ardiansyah) sebesar Rp. 786.099.000.-  atau senilai + 65% pekerjaan, akan tetapi setelah dilakukan penilaian hasil pekerjaan ternyata pekerjaan yang sudah dilakukan Terlapor (Dedi Ardiansyah) baru mencapai + 29% atau biaya pekerjaan sebesar Rp. 339.878.000,- dan sampai saat ini Terlapor (Dedi Ardiansyah) meninggalkan tanggung jawabnya, sehingga Pemohon mengalami kerugian sebesar  sebesar Rp. 446.220.000,-
Sehingga Terlapor (Dedi Ardiansyah) diduga melakukan Penggelapan uang sebesar Rp. 2.814.363.000,- ( dua miliar delapan ratus empat belas juta tiga ratus enam puluh tiga ribu rupiah)
3. Bahwa dengan ditinggalkannya pekerjaan pembangunan hotel tersebut oleh Terlapor (Dedi Ardiansyah) sudah sangat jelas bahwa telah terjadi indikasi dugaan tindak pidana penggelapan yang dilakukan  oleh Terlapor (Dedi Ardiansyah).  
4. Bahwa oleh karena Terlapor (Dedi Ardiansyah) meninggalkan pekerjaannya sejak bulan Juli 2022 sampai saat ini, maka Pemohon pada tanggal 16 Agustus 2022, Pemohon mengajukan Surat Pengaduan kepada Kepolisian Resor Lombok Tengah dan pada tanggal 24 Agustus 2022 Pemohon menerima Surat dari Termohon-1 Perihal : Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penelitian Laporan, yang menginformasikan Laporan Pengaduan Pemohon telah diterima.
5. Bahwa atas pengaduan Pemohon tersebut, Termohon-1 menyampaikan Pemberitahuan Surat Nomor : SP2HP/319/VIII/2022/Reskrim, tertanggal 24 Agustus 2022, Periha : Pemberitahuan Perkembangan Hasil Peneliatan Laporan, yang menghinformasikan pada pokoknya, bahwa “bahwa laporan pengaduan saudara telah kami terima, selanjutnya akan dilakukan penyelidikan”
6. Bahwa kemudian, Termohon-1 menginfomasikan kembali kepada Pemohon melalui Surat Nomor : SP2HP/540/X/RES.1.11/2023/Reskirim, tertanggal 30 Oktober 2023 Perihal : Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penelitian Laporan, yang pada intinya, menberitahukan bahwa “bahwa terhadap laporan pengaduan saudara telah dilakukan penyidikan dengan melakukan langkah-langkah, yakni :
a. Melakukan Pemeriksaan terhadap 2 orang saksi
b. Melakukan Koordinasi Ahli Kontruksi untuk melakukan mengecekan bangunan Villa yang sudah terbangun dan ahi menuangkan hasil pemeriksaan dalam bentuk Laporan Assesment Struktur Bangunan Villa PT. Santosha Hill Lombok
c. Malakukan koordinasi Ahli Kontruksi terkait hasil yang ditemukan pada saat pengecekan kontruksi bangunan yang dituangkan dalam berita acara koordinasi ahli.
d. Interview terhadap terlapor Dedi Ardiansyah
e. Gelar Perkara pada tanggal 30 September 2023.
7. Bahwa akhirnya pada tanggal 17 November 2023 Pemohon diminta oleh Termohon-1, untuk membuat Laporan Polisi, sebagaimana Surat Tanda Penerimaan Laporan, tertanggal 17 November 2023. Nomor : STTLP/232.B/XI/2023/SPKT/POLRES LOMBOK TENGAH/POLDA NUSA TENGGARA BARAT, pada intinya melaporkan orang yang bernama Dedi Ardiansyah, yang diduga melakukan tindak pidana sebagaimana ketentuan pasal 372 KUHP terhadap Pemohon.
8. Bahwa atas Laporan Polisi Pemohon tersebut, Termohon-1 telah melakukan dan serangkain proses penyelidikan dan penyidikan, yakni :
• Melakukan Pemeriksaan saksi Pelapor (Pemohon)
• Melakukan Pemeriksaan saksi-saksi 
• Melakukan Pemeriksaan Ahli Kontruksi
• Melakukan Pemeriksaan Ahli Pidana
• Melakukan Penyitaan Barang bukti
• Melakukan Pemeriksaan Terlapor/Tersangka
• Melakukan gelar Perkara
Dan akhirnya Termohon-1 pada tanggal 18 April 2024 menetapkan Dedi Ardiansyah/Terlapor, sebagai Tersangka, sebagaimana Surat Termohon-1 Nomor : B/470/IV/RES.1.11/2024/Reskrim, tertanggal 18 April 2024, bahwa walaupun Terlapor sudah ditetapkan tersangka akan tetapi tidak dilakukan penahan terhadap Tersangka akan tetapi hanya diberikan wajib lapor.
9. Bahwa dengan ditetapkannya Dedi Ardiansyah (Terlapor) sebagai Tersangka oleh Termohon-1, maka secara hukum Termohon-1 sudah yakin bahwa Dedi Ardiansyah (Terlapor) sebagai Tersangka adalah orang yang diduga melakukan tindak pidana Penipuan dan Penggelapan sebagaimana Laporan Pemohon.
10. Bahwa  setelah Termohon-1 menetapakan Terlapor menjadi Tersangka, Pemohon menerima surat dari Termohon-1, Nomor : SP2HP/516/XI/RES.1.11/2024/Reskrim, tertanggal 06 November 2024, Perihal : Pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan, bahwa intinya SP2HP dimaksud, yang menginformasikan : “bahwa perkara yang saudara laporkan telah dilakukan Tahap I (pengiriman berkas perkara) kepada Jaksa Penuntut Umum(dalam permohonan ini sabagai Termohon-2) dan berdasarkan hasil penelitian Jaksa ditemukan petunjuk, antara      lain :
a. Penyidik harus melakuka pemeriksaa tambahan saksi-saksi dan tersangka.
b. Penyidik diminta melakukan pemeriksaan terhadap Depo Jaya Bangunan.
c. Penyidikdiminta untuk memasukan dokumen tambahan dari Pelapor.
Dapun rencana tindak lanjut yang akan dilakukan oleh Penyidik antara      lain :
a. Penyidik akan melakukan pemeriksaan tambahan terhadap saksi-saksi dan tersangka.
b. Penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap Depo Jaya Bangunan.
c. Penyidik akan melampirkan dokumen tambahan
d. Jika petunjuk dari Jaksa Penuntut Umum telah terpenuhi, maka penyidik akan mengirim kembali berkas perkara yang saudara lapor.
11. Bahwa setelah kami menerima surat Nomor : SP2HP/516/XI/RES.1.11/2024/Reskrim, tertanggal 06 November 2024, Perihal : Pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan, dari Termohon-1, Pemohon tidak ada menerima surat pemberitahuan apapun lagi dari Termohon-1 dan/atau Termohon-2. Akan tetapi sekitar pertengan bulan Desember 2024 Pelapor dihubungi oleh Penyidik Termohon-1 dan diminta datang ke Kantor Termohon-1 dan Penyidik Termohon-1 menjelaskan secara liasan Berkas Perkara atas laporan Pemohon akan dihentikan dan Pemohon sangat kaget atas informasi tersebut serta Pemohon di minta  menghadap ke kantor Termohon-2 dan Pemohon sangat kaget juga mendengar penjelasan Jaksa Termohon-2, yang menjelaskan secara lisan bahwa setelah Termohon-2 melakukan Ekspos berkas perkara akan di kembalikan ke Termohon-1, dikarenakan Laporan Pemohon bukan merupakan perbuatan Pidana.
12. Bahwa informasi lisan dari Termohon-2, yang menyatakan telah melakukan ekspos terhadap berkas perkara laporan Pemohon, dengan mengatakan berkas perkara Laporan Pemohon akan di kembalikan ke Termohon-1, dengan alasan Laporan Pemohon bukan merupakan tidak pidana, merupakan tindakan yang tidak profesiaonal sebagai penegak hukum.
13. Bahwa pada tanggal 09 Januari 2025, Pemohon diminta oleh Penyidik Termohon-1 untuk datang ke kantor Termohon-1 dan Penyidik Termohon-1 menyerahkan tembusan Surat Nomor : B/46/I/RES.1.11/2025/Reskrim. Tertanggal 06 Januari 2025, Hal : Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3), yang pada pokoknya menerangkan, “Laporan Pemohon dihentikan dengan alasan bukan merupakan tindak pidana”.
B. TENTANG HUKUMNYA.
Bahwa Sebelum Pemohon Menyampaikan Kekeliruan Termohon-1                    dan Termohon-2, dalam proses penyelidikan dan penyidikan                              serta ekspos perkara yang dilakukan Termohon-2 sehingga terbitnya             Surat Ketetapan    tentang    penetapan Penghentian Penyidikan    Nomor : S.TAP/14.b/I/RES.1.11./2025/RESKRIM, tanggal 06 Januari 2025,                     dan Surat Perintah Penghentian Penyidikan Nomor : SPPP/14.a/I/RES.1.11/2025/RESKRIM, tanggal 06 Januari 20205, sebagaimana yang tercantum dalam huruf g dan h Surat Nomor :  B/46/I/RES 1.11/2025/Reskrim, tanggal 06 Januari 2025, Hal : Pemberitahuan Pengentian Penyidikan., Perkenankan Kami juga Menyampaikan beberapa hal yang Esensial terkait diterbitkannya Surat Surat  Pemberitahuan Penghentian Penyidikan. Nomor : B/46/I/RES.1.11./2025/Reskrim. tertanggal 06 Januari 2025, yang harapannya dapat membantu Hakim dalam memutuskan Praperadilan ini.
Pada dasarnya masalah Penghentian Penyidikan bukanlah masalah teknis penyidikan semata, didalamnya terkait rasa keadilan, kepastian hukum serta kemanfaatan. Jika penghentian penyidikan dilakukan semata mata untuk kepentingan Terlapor atau kepentingan aparat karena telah menerima sesuatu dari Terlapor, maka rasa keadilan korban, keluarga korban dapat terabaikan. Maka dengan demikian pada tempatnya jika penghentian Mahkamah Agung Republik Indonesia Mahkamah Agung Republik Indonesia penyidikan dilakukan dengan memperhatikan dan mempertimbangkan segala sesuatunya agar tujuan Hukum Acara Pidana untuk menegakkan keadilan, ketertiban dan Penghargaan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan tidak terabaikan
Bahwa alasan Penghentian suatu tindak pidana sudah sangat jelas diatur dalam pasal 109 ayat (2) KUHAP yang berbunyi : “dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, Tersangka atau keluarganya. 
Dari bunyi pasal 109 ayat (2) KUHAP, maka ada 3 (tiga) alasan dari penyidik untuk menghentikan penyidikannya, yaitu : 
1. tidak terdapat cukup bukti 
2. bukan merupakan tindak pidana 
3. dihentikan demi hukum 
Selanjutnya, tanpa bermaksud untuk menggurui, maka perkenankanlah kami didalam Persidangan Yang Mulia ini menjelaskan bahwa Alasan Termohon-1 menghentikan Penyidikan Pemohon dengan Alasan bahwa Laporan Kepolisian Pemohon bukan merupakan tindak Pidana adalah Merupakan Sebuah Kekeliruan, sebagai berikut : 
1. Laporan Kepolisian Pemohon adalah Merupakan Tindak Pidana.
Bahwa terkait Alasan Penyidik Termohon-1 menghentikan Penyidikan Perkara Pemohon dengan Alasan bukan merupakan tindak pidana adalah merupakan Alasan Yang tidak terukur dan mengada-ngada sebab Laporan Kepolisian Pemohon terhadap Terlapor (Dedi Ardiansyah), sangat jelas merupakan tindak pidana, dimana Termohon-1 telah melakukan Penyelidikan dan Laporan Pemohon telah ditingkatkan ke tahap Penyidikan, dalam artian ditingkatkannya laporan pemohon ke tahap penyidikan, secara hukum laporan pemohon merupakan tindak pidana, sebagaimana ketentuan Peraturan Kepala Kepolisian RI Nomor, 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana. Pasal 9, yakni :
- Ayat (1) Hasil Penyelidikan yang telah dilaporkan oleh tim penyelidik, wajib dilaksanakan gelar perkara untuk menentukan peristiwa tersebut diduga : 
a. tindak pidana; atau 
b. bukan tindak pidana.
- Ayat (2) Hasil gelar perkara yang memutuskan: 
a. merupakan tindak pidana, dilanjutkan ke tahap penyidikan; 
b. bukan merupakan tindak pidana, dilakukan penghentian penyelidikan; dan 
c. perkara tindak pidana bukan kewenangan Penyidik Polri, laporan dilimpahkan ke instansi yang berwenang. 
Bahwa sebagaimana ketentuan PERKAP Nomor, 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana Pasal 9 tersebut diatas, Tindakan Termohon-1 meningkatkan laporan pemohon ke tahap penyidikan.
Sehubungan dengan hal pengertian tindak pidana ini Prof. DR. Bambang Poernomo, SH, (Poernomo, Bambang. Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1992, hal 130) berpendapat bahwa perumusan mengenai perbuatan pidana akan lebih lengkap apabila tersusun sebagai berikut :
“Bahwa perbuatan pidana adalah suatu perbuatan yang oleh suatu aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.” 
Lebih Lanjut, simons merumuskan unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut : (DR. Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana; Jakarta, PT. Rineka Cipta, Tahun 2004, Hal 88)
1. Diancam dengan pidana oleh hukum.
2. Bertentangan dengan hukum.
3. Dilakukan oleh orang yang bersalah.
4. Orang itu dipandang bertanggung jawab atas perbuatannya. 
2. Laporan Polisi Secara Hukum Harus Dilanjutkan Karena Terlapor Terbukti Melakukan Tindak Pidana dan sudah memenuhi Unsur Bukti Permulaan Yang Cukup sebagai Sebuah Tindak Pidana 
a. Bahwa laporan Pemohon terhadap Terlapor (Dedi Ardiansyah) adalah laporan tindak pidana Penipuan dan Penggelapan, akan tetapi sesuai dengan Surat Nomor : B/470/IV/RES.1.11/2024, tertanggal 18 April 2024, Perihal : Pemberitahuan Penetapan Tersangka. Atas nama Dedi Ardiansyah, Termohon-1 menetapkan Dedi Ardiansyah sebagai Tersangka, karena diduga melakukan tindak pidana penggelapan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 372 KUH Pidana, yang berbunyi:
"Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah."
Bahwa Unsur-unsur penggelapan, yakni : 
• Unsur subjektif, yaitu perbuatan yang dilakukan dengan sengaja dan atas kesadaran
• Unsur objektif, yaitu adanya barang, penguasaan secara melawan hukum, dan kepemilikan benda tersebut bukan karena kejahatan
b. Bahwa rumusan untuk menentukan seseorang pelaku memenuhi unsur dalam tindak pidana penggelapan, dilihat dari :
- Cara Melakukan
Penggelapan terjadi ketika pelaku sudah memiliki barang tersebut secara sah, tetapi kemudian menyalahgunakan kepercayaan untuk menguasai barang tersebut secara melawan hukum.
Terlapor Dedi Ardiansyah melakukan Penggelapan dengan cara telah menyalagunakan kepercayaan Pemohon, yakni :
1). Terhadap pekerjaan senilai Rp. 9.963.821.000,- (sembilan miliar sembilan ratus enam puluh tiga juta delapan ratus dua puluh satu ribu rupiah), Tersangka telah menerima pembayaran pekerjaan sebesar    Rp. 7.595.678.000.-  (tujuh miliar lima ratus sembilan puluh lima juta enam ratus tujuh puluh delapan rupiah) atau senilai + 75% pekerjaan akan tetapi hanya digunakan sebesar Rp. 5.227.535.000,- (lima miliar dua ratus dua puluh jutuh juta lima ratus tiga puluh lima ribu rupiah), pekerjaan yang diselesaikan hanya + 53%,  sehingga uang sisa pekerjaan sebesar Rp. 2.368.143.000,- (dua miliar tiga ratus enam puluh delapan juta setus empat puluh tiga ribu rupiah), dikuasai secara melawan hukum oleh Tersangka.
2). Terhadap pekerjaan senilai Rp. 1.232.319.000,- (satu miliar dua ratus tiga puluh dua juta tiga ratus sembilan belas ribu rupiah), Tersangka telah menerima pembayaran pekerjaan sebesar     Rp. 786.099.000.-  (tujuh ratus juta delapan puluh enam juta sembilan puluh sembilan ribu rupiah) atau senilai + 65% pekerjaan, akan tetapi hanya digunakan sebesar                            Rp. 339.878.000,- (tiga ratus tiga puluh Sembilan juta delapan ratus tujuh puluh delapan ribu rupiah), pekerjaan yang diselesaikan hanya + 29%,  sehingga uang sisa pekerjaan sebesar Rp. 446.220.000,- (empat ratus empat puluh enam juta dua ratus dua puluh ribu rupiah), dikuasai secara melawan hukum oleh Tersangka memborong membangun hotel milik Pemohon. 
- Obyek Tindak Pidana
Penggelapan terbatas pada barang atau uang yang sudah berada dalam penguasaan pelaku secara sah.
“Terlapor Dedi Ardiansyah telah menerima uang pembayaran pekerjaan dari Pemohon dengan total sebesar Rp. 8.381.776.000,- (delapan miliar tiga ratus delapan puluh satu juta tujuh ratus tujuh puluh enam ribu rupiah) dan dikuasai sepenuhnya oleh Terlapor”.
- Motif dan Tujuan
Penggelapan bertujuan untuk menguasai barang atau uang yang sudah berada dalam penguasaan pelaku secara sah, tetapi kemudian digunakan untuk kepentingan pribadi.
“Terlapor Dedi Ardiansyah telah menerima pembayaran pekerjaan dari Pemohon dengan total sebesar Rp. 8.381.776.000,- (delapan miliar tiga ratus delapan puluh satu juta tujuh ratus tujuh puluh enam ribu rupiah) akan tetapi digunakan sesuai peruntukan hanya sebesar Rp. 5.567.413.000,- dan sisa sebesar Rp. 2.814.363.000,- (dua miliar delapan ratus empat belas juta tiga ratus enam puluh tiga ribu rupiah) digunkan Terlapor untuk kepentingan pribadi.
Bahwa adapun alat bukti yang sah menurut KUHAP adalah sebagaimana pasal 184 KUHAP ayat (1) yang berbunyi : 
(1) Alat bukti yang sah ialah : 
a. Keterangan saksi, 
b. Keterangan Ahli, 
c. Surat, 
d. Petunjuk, 
e. Keterangan terdakwa. 
Bahwa sebagaimana Surat Keputusan No. Pol. Skep/1205/IX/2000 tentang Revisi Himpunan Julak dan Jukni Proses Penyidikan Tindak dalam BAB I angka 5 huruf r. menyatakan “Bukti yang cukup mensyaratkan terhadap minimal 2 (dua) alat bukti yang sah yang dapat meyakinkan hakim bahwa suatu tindak pidana bener-benar telah terjadi dan tersangka adalah pelakunya”
 
3. Termohon-1 Sudah Menetapkan Tersangka
a. Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 butir ke 14 KUHAP.
b. Bahwa Penetapan Tersangka dilakukan oleh Termohon-1, sebagaimana Surat Nomor : B/470/IV/RES.1.11/2024, tertanggal 18 April 2024, Perihal : Pemberitahuan Penetapan Tersangka. Atas nama Dedi Ardiansyah, dalam artian secara hukum, secara hukum telah terjadi tindak pidana, yang diduga dilakukan oleh Tersangka Dedi Ardiansyah.
Bahwa dalam surat Termohon-1 perihal Penetapan Tersangka, sangat jelas tercantum “Penetapan Tersangka dalam perkara dugaan terjadi tindak Pidana Penggelapan, sebagaimana pasal 372 KHUP dst”
c. Bahwa ditetapkannya Dedi Ardiansyah sebagai Tersangka yang dilakukan oleh Termohon-1 atas Laporan Polisi Pemohon           adalah Merupakan Tindak Pidana, dengan demikian Alasan Termohon-1 Menyatakan Bahwa Laporan Kepolisian Pemohon Bukan Merupakan Tindak Pidana Adalah tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
d. Bahwa alasan peristiwa yang dipersangkakan bukan peristiwa pidana juga menunjukkan ketidak hati-hatian atau ketidak profesionalan penyidik dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka. Karena ketika seseorang akan ditetapkan sebagai tersangka ada rangkaian tindakan penyelidikan sebagaimana diatur dalam Pasal  1 angka (5) KUHAP yaitu perbuatan penyelidik untuk menentukan ada atau tidaknya perisitwa yang diduga tindak pidana atau bukan tindak pidana. Dengan demikian, penyelidikan ini dimaksudkan sebagai  filter, memastikan perisitiwa hukum tersebut adalah adalah tindak pidana, dan bukan perbuatan dalam kontek hukum perdata atau hukum administrasi negara atau peristiwa adat. Dengan demikian alasan menjadi kurang relevan ketika menyatakan terbitnya SP3 karena perbuatan yang dilakukan tersangka tidak masuk dalam kategori hukum pidana atau tindak pidana
4. Penetapan Pengehentian Penyidikan Merupakan Tindakan Kesewenang-Wenangan dan Bertentangan Dengan Kepastian Hukum.
a. Bahwa sudah umum bilamana kepastian menjadi bagian dari suatu hukum, hal ini lebih diutamakan untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan jati diri serta maknanya, karena tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman perilaku setiap orang. Kepastian sendiri hakikatnya merupakan tujuan utama dari hukum. Apabila dilihat secara historis banyak perbincangan yang telah dilakukan mengenai hukum semenjak Montesquieu mengeluarkan gagasan mengenai pemisahan kekuasaan. Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri. Dari keteraturan akan menyebabkan seseorang hidup secara berkepastian dalam melakukan kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Menurut Sudikno Mertokusumo kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati. 
b. Bahwa dalam hukum administrasi negara Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dilarang melakukan Penyalahgunaan Wewenang. Yang dimaksud dengan Penyalahgunaan wewenang meliputi melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang dan bertindak sewenang-wenang. Melampaui wewenang adalah melakukan tindakan diluar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan perundang-undangan tertentu. Mencampuradukkan kewenangan dimana asas tersebut memberikan petunjuk bahwa “pejabat pemerintah atau alat administrasi negara tidak boleh bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau menjadi wewenang pejabat atau badan lain”. Menurut Sjachran Basah “abus de droit” (tindakan sewenang-wenang), yaitu perbuatan pejabat yang tidak sesuai dengan tujuan di luar lingkungan ketentuan perundang-undangan. Pendapat ini mengandung pengertian bahwa untuk menilai ada tidaknya penyalahgunaan wewenang dengan melakukan pengujian dengan bagaimana tujuan dari wewenang tersebut diberikan (asas spesialitas). 
c. Bertindak sewenang-wenang juga dapat diartikan menggunakan wewenang (hak dan kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukan sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Penyalahgunaan wewenang juga telah diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Selain itu dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan disebutkan tentang syarat sahnya sebuah Keputusan, yakni meliputi : 
- ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
- dibuat sesuai prosedur; dan 
- substansi yang sesuai dengan objek Keputusan 
Bahwa sebagaimana telah Pemohon uraikan diatas, bahwa Penetapan Penghentian Penyidikan atas laporan Pemohon, dilakukan dengan tidak terpenuhinya prosedur menurut ketentuan peraturan-perundang undangan yang berlaku. 
d. Sehingga apabila sesuai dengan ulasan Pemohon dalam Permohonan aquo sebagaimana diulas panjang lebar dalam alasan Permohonan Praperadilan ini dilakukan tidak menurut ketentuan hukum yang berlaku, maka seyogyanya menurut Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah sebagai berikut : 
- Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan Keputusan yang tidak sah. 
 
- Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf b dan c merupakan Keputusan yang batal atau dapat dibatalkan. 
Bahwa upaya praperadilan ini kami lakukan semata-mata demi mencari kebenaran hukum, dan sebagaimana pendapat M. Yahya Harahap, bahwa salah satu fungsi upaya hukum Praperadilan adalah sebagai Pengawasan Horizontal atas segal tindakan upaya paksa yang dilakukan aparat penegak hukum untuk kepentingan pemeriksaan perkara pidana agar benar-benar tindakan tersebut tidak bertentangan dengan peraturan hukum dan perundang undangan. Dan sebagaimana pula pendapat Loebby Luqman, bahwa fungsi pengawasan horizontal terhadap proses pemeriksaan pendahuluan yang dilakukan oleh Lembaga Praperadilan tersebut juga merupakan bagian dari kerangka sistem peradilan pidana terpadu. Adapun tujuan yang ingin dicapai dari pengawasan horizontal dari lembaga Praperadilan tersebut adalah sesuai dengan tujuan umum dibentuknya KUHAP, yaitu untuk menciptakan suatu proses penegakan hukum yang didasarkan pada kerangka due process of law. Due process of law pada dasarnya bukan semata-mata mengenai rule of law, akan tetapi merupakan unsur yang essensial dalam penyelenggaraan peradilan yang intinya bahwa ia merupakan “…law which hears before it condem, which proceeds upon inquity, and renders judgement only after trial”. Pada dasarnya yang menjadi titik sentral adalah perlindungan hak-hak asasi individu terhadap arbritrary action of government. Oleh karena itu, praperadilan memiliki peran yang penting untuk menimalisir penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang (abuse of power) dalam pelaksanaan proses penegakan hukum. Agar penegak hukum harus hati-hati dalam melakukan tindakan hukumnya dan setiap tindakan hukum harus didasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku, dalam arti ia harus mampu menahan diri serta menjauhkan diri dari tindakan sewenang-wenang. Mahkamah Agung Republik Indonesia Mahkamah Agung Republik Indonesia Kita bersama memahami bahwa penyidik merupakan pihak yang paling berwenang dalam tahapan penyidikan karena mempunyai tugas yang sangat penting pada proses penegakan hukum sehingga dapat mempengaruhi jalan selanjutnya dari proses penyelesaian suatu perkara pidana. Oleh karenanya, Kami sangat berhadap “sentuhan” Hakim Yang Mulia dalam putusannya agar dapat menegakkan kepastian, keadilan dan kemanfaatan hukum bagi PEMOHON dalam              Perkara a quo. 
Kami menempuh jalan ini karena Kami yakin bahwa melalui Forum Praperadilan ini juga dipenuhi syarat keterbukaan (transparancy) dan akuntabilitas publik (public accountability) yang merupakan syarat-syarat tegaknya sistem peradilan yang bebas dan tidak memihak serta menjunjung tinggi rasa keadilan. 
Dengan Forum terbuka ini, masyarakat dapat ikut mengkontrol jalannya proses pemeriksaan dan pengujian kebenaran dan ketepatan tindakan penyidik maupun penuntut umum dalam penyidikan suatu perkara ataupun dalam hal penghentian penyidikan, mengontrol alasan-alasan dan dasar hukum hakim yang memerdekakannya. 
Dengan demikian, keberadaan lembaga Praperadilan di dalam KUHAP ini bertujuan untuk memberikan Kepastian Hukum dan Keadilan agar setiap tindakan penyidik tidaklah semena-mena dan harus sesuai dengan hukum yang berlaku. 
Berdasarkan uraian mengenai sah dan tidaknya sebuah Keputusan apabila dihubungkan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon-1 kepada Pemohon dengan menetapkan penghentian penyidikan, yang dilakukan dan ditetapkan oleh prosedur yang tidak benar, maka Majelis Hakim Pengadilan Negeri Praya yang memeriksa dan mengadili perkara aquo dapat menjatuhkan putusan bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan Penghentian Penyidikan terhadap laporan pemohon dapat dinyatakan merupakan Keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan.
III. PERMOHONAN
Bahwa berdasarkan seluruh uraian di atas, maka sudah seharusnya menurut hukum, Pemohon memohon agar Pengadilan Negeri Praya berkenan menjatuhkan Putusan sebagai berikut : 
1. Mengabulkan Permohonan Praperadilan Pemohon untuk seluruhnya.
2. Menyatakan Surat Nomor : B/46/I/RES.1.11/2025/Reskrim, tertanggal 06 Januari 2025, Hal. Pemberitahuan Penghentian Penyidikan dan Surat Ketetapan    Tentang    Penetapan Penghentian Penyidikan    Nomor : S.TAP/14.b/I/RES.1.11./2025/RESKRIM, tanggal 06 Januari 2025, serta Surat Perintah Penghentian Penyidikan Nomor : SPPP/14.a/I/RES.1.11/2025/RESKRIM, tanggal 06 Januari 20205, yang diterbitkan TERMOHON-1 dinyatakan tidak sah.
 
3. Memerintahkan Termohon-1 untuk melanjutkan penyidikan perkara sebagaimana  laporan Laporan Polisi Nomor : LP/B/232/XI/2023/SPKT/POLRES LOMBOK TENGAH/POLDA NUSA TENGGARA BARAT, tanggal 17 November 2023, yang dilaporkan Pemohon atas nama ALEXIS SYLVAIN LOGIER.
4. Menghukum Termohon-1 dan Termohon-2 untuk mematuhi dan tunduk kepada seluruh amar putusan dalam gugatan Pra Peradilan ini.
Pihak Dipublikasikan Ya