INFORMASI DETAIL PERKARA
Kembali |
Nomor Perkara | Pemohon | Termohon | Status Perkara |
2/Pid.Pra/2019/PN Pya | KAMARUDIN, S.H. | Kepolisian Republik Indonesia Cq. Kepolisian Resort Lombok Tengah | Minutasi |
Tanggal Pendaftaran | Senin, 22 Apr. 2019 | ||||
Klasifikasi Perkara | Sah atau tidaknya penetapan tersangka | ||||
Nomor Perkara | 2/Pid.Pra/2019/PN Pya | ||||
Tanggal Surat | Senin, 22 Apr. 2019 | ||||
Nomor Surat | - | ||||
Pemohon |
|
||||
Termohon |
|
||||
Kuasa Hukum Termohon | |||||
Petitum Permohonan | Praya, 22 April 2019
Kepada
Yth. Ketua Pengadilan Negeri Praya
di-
P r a y a,-
Perihal : Permohonan Praperadilan.
Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini :
1. MOH. HABIB AL KUTHBI, S.SY., M.H.
2. DIDIT INDRAWAN, SH, Kesemuanya sebagai Advokat yang berkantor pada EL & Partners yang beralamat di Jl, Masjid Nurul Hikmah, Janapria, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Email: habibalquthbi@gmail.com, Telp : 087835554133, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 16 April 2019, bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa :
KAMARUDIN. SH, NIK 5202083112660019, Tempat, Tanggal Lahir LOMBOK TENGAH , 31 DESEMBER 1966, Pekerjaan PNS (CAMAT PRAYA BARAT DAYA) Agama Islam, bertempat tinggal di DSN Bagik Dewa Timul, Desa Pelambik, Kecamatan Praya Barat Daya, Kabupaten Lombok Tengah, NTB, untuk selanjutnya disebut sebagai :-------------------------------------------PEMOHON------------------------------------------
Dengan ini mengajukan Permohonan Praperadilan melawan :
KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA Cq. KEPOLISIAN RESORT LOMBOK TENGAH, Beralamat di Jl. Basuki Rahmat, Praya, Kabupaten Lombok Tengah, NTB
Adapun dasar dan alasan diajukannya Permohonan Praperadilan ini adalah sebagai berikut :
I. Dasar Hukum Permohonan Praperadilan
1. Perlu dipahami dan diketahui bahwa terlahirnya lembaga Praperadilan adalah karena terinspirasi oleh perinsip-Prinsip yang bersumber dari adanya hak Habeas Corpus dalam system peradilan Anglo Saxon, yang memberikan jaminan Fundamental terhadap hak asasi manusia khususnya hak kemerdekaan. Habeas Corpus Act memberikan hak pada seseorang melalui suatu surat perintah pengadilan menuntut pejabat yang melaksanakan hukum pidana formil tersebut agar tidak melanggar hukum (illegal) atau tegasnya melaksanakan hukum pidana formil tersebut benar-benar sah sesuai dengan ketentuan hukum berlaku. Hal ini untuk menjamin bahwa perampasan atau pembatasan kemerdekaan terhadap seorang tersangka atau terdakwa itu benar-benar telah memenuhi ketentuan –ketentuan hukum yang berlaku maupun jaminan hak-hak asasi manusia.
2. Bahwa keberadaan Lembaga Praperadilan, sebagaimana diatur dalam Bab X Bagian Kesaatu KUHAP dan Bab XII Bagian Kesatu KUHAP, secara jelas dan tegas dimaksudkan sebagai sarana kontrol atau pengawasan horizontal untuk menguji keabsahan penggunaan wewenang oleh aparat penegak hukum(Penyelidik/Penyidik maupun Penuntut Umum), sebagai upaya koreksi terhadap penggunaan wewenang apabila dilaksanakan secara sewenang-wenang dengan maksud/ tujuan lain di luar dari yang ditentukan secara tegas dalam KUHAP, guna menjamin perlindungan terhadap hak asasi setiap orang termasuk dalam hal ini Pemohon. Menurut Luhut M. Pangaribuan, lembaga Praperadilan yang terdapat di dalam KUHAP identik dengan lembaga pre trial yang terdapat di Amerika Serikat yang menerapkan prinsip Habeas Corpus, yang mana pada dasarnya menjelaskan bahwa di dalam masyarakat yang beradab maka pemerintah harus selalu menjamin hak kemerdekaan seseorang.
3. Bahwa lembaga Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 s/d 83 KUHAP adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk menguji apakah tindakan/ upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik/ penuntut umum sudah sesuai dengan undang-undang dan tindakan tersebut telah dilengkapi administrasi penyidikan secara cermat atau tidak, karena pada dasarnya tuntutan Praperadilan menyangkut sah tidaknya tindakan penyidik atau penuntut umum di dalam melakukan penyidikan atau penuntutan.
4. Bahwa tujuan Praperadilan seperti yang tersirat dalam penjelasan Pasal 80 KUHAP adalah untuk menegakkan hukum, keadilan, kebenaran melalui sarana pengawasan horizontal, sehingga esensi dari Praperadilan adalah untuk mengawasi tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap Tersangka, benar-benar dilaksanakan sesuai ketentuan undang-undang, dilakukan secara profesional dan bukan tindakan yang bertentangan dengan hukum sebagaimana diatur dalam KUHAP atau perundang-undangan lainnya.
5. Bahwa apabila kita melihat pendapat S. Tanusubroto, yang menyatakan bahwa keberadaan lembaga Praperadilan sebenarnya memberikan peringatan:
a. Agar penegak hukum harus hati-hati dalam melakukan tindakan hukumnya dan setiap tindakan hukum harus didasarkan kepada ketentuan hukum yang berlaku, dalam arti ia harus mampu menahan diri serta menjauhkan diri dari tindakan sewenang-wenang.
b. Ganti rugi dan rehabilitasi merupakan upaya untuk melindungi warga negara yang diduga melakukan kejahatan yang temyata tanpa didukung dengan bukti-bukti yang menyakinkan sebagai akibat dari sikap dan perlakuan penegak hukum yang tidak mengindahkan prinsip hak-hak asasi manusia.
c. Hakim dalam menentukan ganti kerugian harus memperhitungkan dan mempertimbangkan dengan seksama, baik untuk kepentingan orang yang dirugikan maupun dari sudut kemampuan finansial pemerintah dalam memenuhi dan melaksanakan putusan hukum itu.
d. Dengan rehabilitasi berarti orang itu telah dipulihkan haknya sesuai dengan keadaan semula yang diduga telah melakukan kejahatan.
e. Kejujuran yang menjiwai KUHAP harus diimbangi dengan integritas dan dedikasi dari aparat penegak hukum, karena tanpa adanya keseimbangan itu semuanya akan sia-sia belaka.
Selain itu menurut pendapat Indriyanto Seno Adji bahwa KUHAP menerapkan lembaga Praperadilan untuk melindungi seseorang dalam pemeriksaan pendahuluan terhadap tindakan-tindakan kepolisian dan atau kejaksaan (termasuk Termohon sebagai salah satu institusi yang berhak menyidik) yang melanggar hukum dan merugikan seseorang (in casu Pemohon), dimana lembaga Praperadilan ini berfungsi sebagai lembaga pengawas terhadap upaya paksa yang dilaksanakan oleh pejabat penyidik dalam batasan tertentu.
6. Bahwa Permohonan yang dapat diajukan dalam pemeriksaan Praperadilan, selain daripada persoalan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan maupun ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan (pasal 77 KUHAP), juga meliputi tindakan lain sebagaimana ditentukan secara tegas dalam ketentuan pasal 95 menyebutkan bahwa :
1. Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karna ditangkap, ditahan, dituntut, dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hokum yang diterapkan.
2. Tuntutan ganti kerugian oleh Tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alas an yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hokum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan Negeri, diputus disidang Praperadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 77.
Dengan kata lain pasal 95 ayat (1) dan (2) pada pokoknya merupakan tindakan penyidik atau penuntut umum dalam rangka menjalankan wewenangnya yang dilakukan tanpa alasan hukum, sehingga melanggar Hak Asasi atau harkat martabat kemanusiaan atau merugikan seseorang, in casu adalah Pemohon. Oleh karena itu tindakan lain yang dilakukan oleh Termohon menjadi obyek permohonan Praperadilan.
7. Bahwa upaya hukum praperadilan ini kami lakukan semata-mata demi mencari kebenaran hukum, dan sebagaimana pendapat dari M. Yahya Harahap, bahwa salah satu fungsi upaya hukum praperadilan adalah sebagai pengawasan horizontal atas segala tindakan upaya paksa yang dilakukan aparat penegak hukum untuk kepentingan pemeriksaan perkara pidana agar benar-benar tindakan tersebut tidak bertentangan dengan peraturan hukum dan perundang-undangan, kita bersama memahami bahwa penyidik merupakan pihak yang paling berwenang dalam tahap penyidikan karena mempunyai tugas yang sangat penting pada proses penegakkan hukum sehingga dapat mempengaruhi jalan selanjutnya dari proses penyelesaian suatu perkara pidana. Oleh karenanya kami sangat berharap “sentuhan” Hakim yang mulia dalam putusannya agar dapat menegakkan kepastian, keadilan, dan kemanfaatan hukum bagi Pemohon dalam kasus Aquo.
8. Dengan demikian, keberadaan lembaga Praperadilan di dalam KUHAP ini bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia yang sekaligus berfungsi sebagai sarana pengawasan secara horizontal, atau dengan kata lain praperadilan mempunyai maksud sebagai sarana pengawasan horizontal dengan tujuan memberikan perlindungan terhadap hak asasi manuasia terutama hak asasi tersangka dan terdakwa.
II. Alasan-alasan diajukannya Permohonan Praperadilan.
1. Bahwa Pemohon adalah Seorang Pegawai Negeri Sipil yang berdinas di Pemkab Lombok Tengah memiliki jabatan Camat Praya Barat Daya yang memiliki tugas pokok yang salah satunya adalah melakukan Pembinaan, dan pengawasan tertib administrasi pemerintahan Desa dan/atau Kelurahan, selain tugas pokok tersebut Pemohon juga diberi tugas untuk mendistribusikan dana Insentif Marbot di Kecamatan Praya Barat Daya tahun anggaran 2018.
2. Bahwa Pemohon ditetapkan sebagai Tersangka atas tindak pidana Korupsi berupa penggelapan dana marbot masjid di Kecamatan Praya Barat Daya Kabupaten Lombok Tengah TA. 2018, sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo. Undang-undang No. 20 tahun 2001 tentang perubahan Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
3. Bahwa Pemohon ditetapkan sebagai Tersangka berdasarkan Laporan Polisi Nomor. LP/65/I/2019/NTB/Res tanggal 31 Januari 2019 dan Surat Perintah Penyidikan Nomor. SP.Dik/109/I/2019/Reskrim tanggal 31 Januari 2019. Tanpa didahului dengan Penyelidikan
4. Bahwa hal itu senada dengan penyelidikan dan penyidikan, menurut Yahya Harahap, S.H., dalam bukunya yang berjudul Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan(hal. 101), menjelaskan bahwa dari pengertian dalam KUHAP, “penyelidikan” merupakan tindakan tahap pertama permulaan “penyidikan”. Akan tetapi harus diingat, penyelidikan bukan tindakan yang berdiri sendiri terpisah dari fungsi “penyidikan”. Penyelidikan merupakan bagian yang tak terpisah dari fungsi penyidikan. Kalau dipinjam kata-kata yang dipergunakan buku petunjuk Pedoman Pelaksanaan KUHAP, penyelidikan merupakan salah satu cara atau metode atau sub daripada fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain, yaitu penindakan berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan, dan penyerahan berkas kepada penuntut umum.
5. Lebih lanjut, Yahya Harahap menyatakan bahwa jadi sebelum dilakukan tindakan penyidikan, dilakukan dulu penyelidikan oleh pejabat penyelidik, dengan maksud dan tujuan mengumpulkan “bukti permulaan” atau “bukti yang cukup” agar dapat dilakukan tindak lanjut penyidikan. Mungkin penyelidikan dapat disamakan dengan pengertian “tindak pengusutan” sebagai usaha mencari dan menemukan jejak berupa keterangan dan bukti-bukti suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana.
6. Yahya Harahap (Ibid, hal. 102) juga mengatakan bahwa jika diperhatikan dengan seksama, motivasi dan tujuan penyelidikan, merupakan tuntutan tanggung jawab kepada aparat penyidik, untuk tidak melakukan tindakan penegakan hukum yang merendahkan harkat martabat manusia. Sebelum melangkah melakukan pemeriksaan penyidikan seperti penangkapan atau penahanan, harus lebih dulu berusaha mengumpulkan fakta dan bukti, sebagai landasan tindak lanjut penyidikan. Penyelidikan atas perkara orang lain tidak dapat langsung dipakai pada penyelidikan atas nama Pemohon
7. Untuk itu berdasar pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014 Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP
8. Bahwa Pemohon sangat keberatan dalam penetapan dirinya sebagai Tersangka oleh Termohon yang berdasarkan alat bukti yang tidak sah dan diragukan kebenarannya, dikarenakan Pemohon tidak pernah melakukan apa yang disangkakan oleh Termohon.
9. Bahwa berdasarkan dari hasil audit investigasi Inspektorat Pemerintah Kabupaten Lombok tengah Nomor 700/06/INS/RHS/2019 tanggal 8 Maret 2019 perihal laporan hasil audit investigasi atas dugaan penggelapan dana insentif marbot se kecamatan Praya Barat Daya TA. 2018 diperoleh Fakta-fakta sebagai berikut :
9.1. Dana insentif marbot se kecamatan Praya Barat Daya untuk triwulan II dan III sebesar Rp. 102.000.000,- (seratus dua juta rupiah) telah diterima oleh sdr. Kamarudin, SH (Camat Praya Barat Daya) selaku petugas pendistribusi insentif marbot dari bendahara pembantu pengeluaran bagian Kesra Sekretariat Daerah Kabupaten Lombok Tengah (sdr. Megawati Agustiningsih, S.IP) pada tanggal 5 November 2018.
9.2. Dana insentif marbot se kecamatan Praya Barat Daya untuk triwulan II dan III sebesar Rp. 102.000.000,- (seratus dua juta rupiah) tersebut telah disalurkan/ didistribusikan kepada para marbot se kecamatan Praya Barat Daya oleh sdr. Kamarudin, SH (Camat Praya Barat Daya) dengan tahapan sebagai berikut :
a. Tanggal 7 November 2018 untuk 9 (sembilan) orang marbot Desa Pandan Indah berjumlah Rp. 10.800.000,- (sepuluh juta delapan ratus ribu rupiah).
b. Tanggal 13 dan 14 Januari 2019 untuk 33 (tiga puluh tiga) orang marbot desa Darek, Ranggagata, ungga, pelambik, serage dan teduh berjumlah Rp. 39.600.000,- (tiga puluh sembilan juta enam ratus ribu rupiah).
c. Tanggal 9 Februari 2019 untuk 43 (empat puluh tiga) orang marbot desa montong sapah, montong ajan, batu jangkih dan Kabul berjumlah Rp. 51.600.000,- (lima puluh satu juta enam ratus ribu rupiah).
9.3. Pendistribusian insentif marbot kesepuluh desa yang lain yaitu desa Darek, Ranggagata, Ungga, Pelambik, Serage, Teduh, Montong Sapah, montong Ajan, Batu Jangkih dan Kabul untuk 76 (tujuh puluh enam) orang marbot sejumlah Rp 91.200.000,- (sembilan puluh satu juta dua ratus ribu rupiah) seharusnya didistribusikan pada bulan November 2018, tetapi faktanya baru didistribusikan oleh Camat Praya Barat Daya pada bulan Januari dan Februari 2019.
Menurut pengakuan sdr. Kamarudin, SH (Camat Praya Barat Daya) keterlambatan pendistribusian insentif marbot tersebut dikarenakan dana tersebut hilang didalam mobil yang diparkir di kediaman sdr. Kamarudin, SH, tetapi sdr. Kamarudin, SH tidak melaporkan kehilangan uang tersebut ke pihak Kepolisian.
Dari fakta tersebut sdr. Kamarudin, SH telah melanggar ketentuan pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2016 tentang Tata Cara Tuntutan Ganti Kerugian Negara/Daerah Terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain, yang menyatakan :
(1) Setiap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain wajib melakukan tindakan pengamanan terhadap :
a. Uang, surat berharga, dan/atau barang milik Negara/daerah yang berada dalam penguasaannya dari kemungkinan terjadinya Kerugian Negara/Daerah, dan/atau
b. Uang dan/atau barang bukan milik Negara /daerah yang berada dalam penguasaannya dari kemungkinan terjadinya Kerugian Negara/Daerah
(2) Setiap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain yang melanggar hukum tau meaksanakan kewajibannya baik langsung atau tidak langsung yang merugikan keuangan Negara/daerah diwajibkan mengganti kerugian dimaksud
Sehingga saat itu (per 31 Desember 2018) terjadi potensi kerugian daerah sebesar Rp 91.200.000,- (sembilan puluh satu juta dua ratus ribu rupiah). Namun dengan itikad baik sdr. Kamarudin, SH (Pemohon) kemudian mendistribusikan insentif marbot kesepuluh desa yang belum dibayarkan sejumlah Tp 91.200.000,- pada bulan Januari dan Februari 2019.
10. Bahwa penetapan tersangka oleh Termohon kepada Pemohon masih Prematur dikarenakan proses Laporan Polisi Nomor. LP/65/I/2019/NTB/Res tanggal 31 Januari 2019 dan Surat Perintah Penyidikan Nomor. SP.Dik/109/I/2019/Reskrim tanggal 31 Januari 2019 menurut Pemohon tidak benar/ janggal, jika Termohon mengacu pada hasil audit investigasi Inspektorat Pemerintah Kabupaten Lombok tengah Nomor 700/06/INS/RHS/2019 tanggal 8 Maret 2019 perihal laporan hasil audit investigasi atas dugaan penggelapan dana insentif marbot se kecamatan Praya Barat Daya TA. 2018 tidak akan terlalu cepat menetapkan Pemohon sebagai tersangka karena hasil audit tersebut sudah sangat jelas belum terjadi kerugian Negara hanya Pemohon melakukan pelanggaran administrasi saja.
11. Bahwa berdasarkan Pasal 7 ayat (2,3,4 dan 5) perjanjian kerjasama antara Kementerian Dalam Negeri dengan Kejaksaan Republik Indonesia dan Kepolisian Negara RI Nomor. 119-49 tahun 2018, Nomor. B-369/F/Fjp/02/2018 dan Nomor. B/9/II/2018 tanggal 28 Februari 2018 tentang Koordinasi Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) Dalam Penanganan Laporan Atau Pengaduan Masyarakat Yang Berindikasi Tindak Pidana Korupsi Pada Penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang berbunyi adalah sebagai berikut :
Pasal 7 ayat :
2). Pihak Pertama menindaklanjuti laporan atau pengaduan masyarakat yang diterima secara langsung melalui pemeriksaan investigatif untuk menentukan laporan atau pengaduan tersebut berindikasikan kesalahan administrasi atau pidana.
3). Pihak Pertama dalam melaksanakan pemeriksaan investigatif menemukan adanya dugaan tindak pidana korupsi, Pihak Pertama menyerahkan kepada Pihak Kedua atau Pihak Ketiga untuk dilakukan penyelidikan.
4). Pihak Kedua atau Pihak Ketiga dalam hal menemukan kesalahan administrasi dalam penanganan laporan atau pengaduan masyarakat menyerahkan kepada Pihak Pertama.
5). Kesalahan administrasi yang dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) mempunyai kriteria sebagai berikut :
a. tidak terdapat kerugian keuangan Negara/daerah;
b. terdapat kerugian keuangan Negara/daerah dan telah diproses melalui tuntutan ganti rugi atau tuntutan perbendaharaan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak laporan hasil pemeriksaan APIP atau BPK diterima oleh pejabat atau telah ditindaklanjuti dan dinyatakan selesai oleh APIP atau BPK;
c. merupakan bagian dari diskresi, sepanjang terpenuhi tujuan dan syarat-syarat digunakannya diskresi; atau
d. merupakan penyelenggaraan administrasi pemerintahan sepanjang sesuai dengan asas umum pemerintahan yang baik.
12. Bahwa penetapan tersangka oleh termohon kepada pemohon tanpa prosedur adalah cacat yuridis/bertentangan dengan hukum, yang mengakibatkan kerugiaan sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), dan meyebabkan tercermarnya nama baik dan harakat, martabat Pemohon
Bahwa berdasarkan seluruh uraian tersebut di atas, maka sudah seharusnya menurut hukum Pemohon memohon agar Pengadilan Negeri Praya berkenan menjatuhkan putusan sebagai berikut:
1. Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor. SP.Dik/109/I/2019/Reskrim tanggal 31 Januari 2019 yang menetapkan Pemohon sebagai tersangka oleh termohon terkait peristiwa pidana penggelapan dana marbot masjid di Kecamatan Praya Barat Daya Kabupaten Lombok Tengah TA. 2018, sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo. Undang-undang No. 20 tahun 2001 tentang perubahan Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah TIDAK SAH dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya penetapan Aquo tidak mempuyai kekuatan mengikat;
3. Menyatakan penyidikan yang dilaksanakan oleh Termohon terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo. Undang-undang No. 20 tahun 2001 tentang perubahan Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah TIDAK SAH dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya penetapan Aquo tidak mempuyai kekuatan mengikat;
4. Memerintahkan Termohon untuk menyerahkan seluruh berkas perkara kepada Pemohon;
5. Menyatakan bahwa perbuatan termohon yang menetapkan Pemohon selaku Tersangka tanpa prosedur adalah cacat yuridis/bertentangan dengan hukum yang mengakibatkan kerugian sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
6. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkaitan dengan penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon oleh Termohon;
7. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara Aquo.
Atau apabila Majelis Hakim berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Demikian Permohonan Praperadilan ini kami sampaikan, atas Perkenannya kami ucapkan terima kasih.
Hormat kami,
Kuasa/Penasihat Hukum Pemohon
1. MOH. HABIB AL KUTHBI, S.SY., M.H.
2. DIDIT INDRAWAN, SH |
||||
Pihak Dipublikasikan | Ya |